Selasa, 18 Mei 2010

Rumahku Sekolahku


“Tak ada sekolah, Rumbel pun jadi”

Masuk ke ruang kelas Rumah Belajar (Rumbel) Cilincing bagaikan berkunjung ke rumah pribadi. Maklum, ruang itu memang tidak seperti ruang kelas pada umumnya. Tidak ada meja. Tidak ada kursi. Hanya ada sebuah whiteboard portable yang difungsikan untuk menulis dan sebagai sekat bila ruangan ingin dibagi menjadi dua.

Ruang kelas itu merupakan salah satu bagian dari gedung rumah belajar. Gedungnya berbentuk rumah. Enam puluh kilometer persegi kira-kira luasnya. Dan dibangun di tanah milik PT. Pelindo II, sebuah perusahaan pelabuhan yang beberapa waktu lalu terlibat perselisihan dengan warga Koja, Jakarta Utara.

Di lokasi ini sudah dibangun banyak rumah. Rata-rata pemiliknya adalah pegawai Pelindo II. Jalan menuju Rumbel bagi saya mudah diingat. Letaknya strategis karena berada paling ujung dari arah pintu gerbang utama.

Cat temboknya berwarna krem sedangkan pagarnya berwarna hijau tua. Tepat di depan pagar terpasang spanduk berukuran 1x2 meter yang bergambar foto-foto kegiatan. Di spanduk itu tertulis, “Rumah Belajar Cilincing JICT” dengan background biru tua.

Untuk ukuran komunitas belajar, ruangan itu termasuk luas. Apalagi jumlah peserta rumbel tidak terlalu banyak, hanya sekitar lima belas sampai dua puluh lima orang.
Selama jam pelajaran, semua peserta Rumbel berkumpul di ruangan ini dan duduk di lantai sambil mengikuti materi yang ada. Setelah selesai, ruangan ini berubah fungsi menjadi ruang tamu, ruang keluarga, atau bahkan ruang tidur.

“Jam belajar di sini cuma dari jam sembilan sampai jam dua belas siang. Habis itu ya bebas mereka mau ngapain,” ujar Endra Prihandi.

Endra adalah salah satu pendamping rumbel. Badannya kurus, kulitnya hitam, berambut gondrong dan sedikit berkumis. Dari perawakannya terlihat seperti masih muda. Ia keberatan menjawab ketika ditanya berapa usianya, tapi mengakui bahwa ia telah berkeluarga dan memiliki dua anak.

Ruang kelas itu seperti dibuat senyaman mungkin, jauh dari kesan sekolah. Saya bahkan tak melihat ada foto pasangan Presiden yang biasanya terpampang pada dinding kelas di sekolah-sekolah umum.

Hanya ada poster propaganda dengan tema pendidikan atau pamflet yang berisi aturan dan himbauan.

Pamflet dan poster itu tersebar di beberapa sudut ruangan. Ada yang di ruang komputer, ruang musik, bahkan sampai ada yang memasangnya di kamar mandi. Isinya macam-macam, dari mulai larangan merokok sampai pada ajakan untuk tidak lupa shalat.

Paling menarik perhatian adalah pamflet yang berada di depan teras rumah. Isinya bertuliskan kalimat pendek dengan huruf kapital; BEBAS MELAKUKAN APAPUN ASAL TIDAK MENGANGGU KEBEBASAN ORANG LAIN.

“Emang sengaja ditaruh di situ, bang!” ujar Alex.

Alex merupakan salah satu peserta Rumbel. Badannya tegap, kulitnya hitam, rambutnya pendek dengan gaya mohawk. Tampaknya ia tahu betul watak anak-anak Rumbel. Alex termasuk siswa senior di Rumbel ini. Ia mengatakan, tulisan itu bisa mengingatkan setiap peserta dan penghuni Rumbel untuk dapat menjaga sikap.

Endra mengamini apa yang dikatakan Alex. Sebelum dibangun Rumbel, anak-anak di sini menganggur karena putus sekolah. Untuk mengisi waktu, mereka biasa bekerja serabutan di pelabuhan. Sekedar mencari penghasilan tambahan.

“Background seperti itulah yang membuat kami agak kesulitan waktu pertama kali datang. Lihat tampang mereka saja kami sudah jiper duluan apalagi harus ngajar,” kenang Endra sambil tersenyum.

Endra yakin kalimat ajaib di pamflet itu cukup ampuh. Menurut pengakuannya, sampai sekarang tidak pernah ada kasus pelanggaran berat terjadi disini.

“Mereka emang agak liar. Tapi saya berani jamin selama mereka di sini mereka akan jadi anak yang jujur. Bahkan, HP dan Laptop yang berserakan dilantai pun tak berani mereka sentuh.”

Udara panas Cilincing siang itu begitu menyengat. Saya berlindung di bawah teras Rumbel sembari menikmati kopi buatan Alex. Atap teras membuat saya merasa lebih nyaman. Dalam hati saya berujar, Rumbel ini selakyaknya atap teras itu, melindungi dan memayungi mimpi-mimpi peserta di dalamnya agar tak kering dan menguap dimakan panasnya matahari Pelabuhan Priok

Tidak ada komentar:

Posting Komentar