Sabtu, 03 April 2010

Sacrifice

LABA-LABA betina itu boleh bersukaria. Sebab telur-telur yang selama ini ia buahi hampir mencapai batas waktu untuk menetas. Itu artinya sebentar lagi ia akan mendapatkan bayi-bayinya lahir ke dunia.

Dunia baginya akan terasa lebih indah dengan kehadiran keluarga baru yang akan meramaikan kehidupannya. Perlahan tapi pasti telur-telur itu pun mulai menetes satu demi satu. Memunculkan kehidupan baru laba-laba yang begitu kecil dan tak berdaya.

Seperti seorang bayi yang baru terlahir, mereka pun menangis memanja pada sang induk. Sang induk mengerti bahwa mereka lapar. Sudah menjadi kodrat alam, untuk mengisi energi agar tetap hidup Laba-laba harus mencari makan.

Sang induk bergegas pergi meninggalkan bayi-bayinya. Ia berkata pada anaknya untuk bersabar barang sebentar sebab ibu pasti akan segera pulang untuk memberi kalian makan.

Sungguh malang nasib induk Laba-laba. Sudah seharian mencari mangsa tapi tak kunjung pula ia dapat apa yang dicari. Dalam hatinya ia merasa bingung, apa yang harus kuberikan pada anak-anak ku nanti. Bila tidak segera cepat bayi Laba-laba itu bisa mati.

Induk Laba-laba akhirnya memutuskan untuk pulang ke sarang. Ia ingin memastikan bahwa anak-anaknya akan baik-baik saja. Tak ada yang bisa dilakukan sang induk, ia merasa kasihan melihat anak-anaknya terus menangis meminta makan pada ibunya.

Tidak ada pilihan lain. Seharian ini ia gagal mencarikan makanan, ia tidak bisa membiarkan anak-anaknya mati kelaparan hanya karena ia gagal. Ia pun memilih untuk mengurbankan dirinya sendiri. Ia membunuh dirinya dan menjadikan tubuhnya sebagai santapan bagi anak-anaknya. Baginya, kehidupan anak-anaknya lebih penting dibanding apapun, termasuk dirinya sendiri.

***

LEBIH dari dua ribu tahun yang lalu, seorang tukang kayu dari Nazaret pun melakukan hal yang sama seperti induk laba-laba itu. Pada sebuah palang kayu salib ia terluka, menderita, dan mati.

Bagi-Nya mati berarti memberi kehidupan baru untuk manusia yang dipenuhi dengan dosa. Ia mati dengan dengan menanggung dosa yang tidak Ia lakukan, tapi hal itulah yang paling penting bagi-Nya. Untuk itulah Ia dilahirkan ke dunia.

Kematian tidak menghancurkan-Nya karena pada akhirnya Ia pun bangkit.

Bagi saya, inti dari kehidupan ini adalah pengurbanan. Setiap pengurbanan akan menghasilkan sebuah tatanan hidup yang baru bagi pihak yang lain. Itu mengapa induk Laba-laba dan tukang kayu dari Nazaret rela mengurbankan apa yang mereka miliki (kehidupan) demi kelangsungan hidup orang lain.

Semoga pengurbanan si tukang kayu dua ribu tahun yang lalu tidak menjadi sia-sia hanya karena manusia selalu enggan menjadi kurban buat orang lain. Apakah sekarang kita bersedia menjadi roti yang terpecah-pecah bagi sesama manusia yang membutuhkan seperti yang dilakukan si tukang kayu dari Nazaret dua ribu tahun yang lalu?

Selamat Paskah 2010. Mari Bekerja Sama Melawan Kemiskinan